RESUSITASI JANTUNG PARU PADA NEONATUS
A.
Pengertian
Resusitasi
jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation
(CPR),merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini
diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih
hidup.
Resusitasi
merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ
vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan
tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada
sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem
tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6
menit).
B.
Resusitasi
pada BBL
Kira-kira 10 % bayi baru
lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1
%saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas
hingga pemberian obat – obatan darurat.
Untuk praktisnya, setiap menolong bayi
baru lahir ada 5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1. Apakah bersih dari mekonium?
2. Apakah bernafas atau menangis?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah warna kulit kemerahan?
5. Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan
1. Apakah bersih dari mekonium?
2. Apakah bernafas atau menangis?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah warna kulit kemerahan?
5. Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan
C.
Tujuan
Resusitasi
Tindakan resusitasi merupakan
tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan
hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian
secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian dilanjutkan dengan
pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan untuk
oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance
life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan,
sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan
intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat
tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan
bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi
kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen,
lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak sama
sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan
dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak
terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 –
5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak
negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.
D.
Manfaat
Resusitasi
Tindakan resusitasi diberikan untuk
mencegah kematian akibat asphiksia. Dan bila pada bayi asphiksia berat yang
tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan meninggal atau mengalami
gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”, kelainan jantung
misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”.
E.
Faktor-Faktor
yang Mempegaruhi Keberhasilan Resusitasi
Hipoksia yang
disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila
keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan
asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke
otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997).
Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu
yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Depresi nafas yang
dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi dengan
pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi
keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka
aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut
menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin lambat
dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula timbulnya
usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini
diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang
keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada
pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti
pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan
berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau henti
nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum
terjadi. Kerusakan otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2
dalam darah tidak segera dikoreksi atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3
– 5 menit (Tjokronegoro, 1998)
Keberhasilan
resusitasi tergantung kepada :
1) Keadaan
miokardium
2) Penyebab
terjadinya henti jantung
3) Kecepatan dan
ketepatan tindakan
4) Mempertahankan
penderita di perjalanan ke rumah sakit
5) Perawatan
khusus di rumah sakit
6) Umur (tetapi
tidak terlalu menentukan)
F.
Tata
Laksana Resusitasi Pada Bayi
Tiga hal penting dalam resusitasi
1. Pernafasan :
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu.
Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2. Frekuensi Jantung:
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
• Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
• Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3. Warna Kulit :
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.
1. Pernafasan :
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu.
Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2. Frekuensi Jantung:
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
• Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
• Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3. Warna Kulit :
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.
Posisi Bayi
Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat
dalam posisi terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi
baru lahir (neonatus) leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk
atau selimut di bawah bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
Posisi Penolong
Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam
posisi dimana ia dapat melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi
tanpa harus merubah posisi tubuh.
G.
Teknik
Resusitasi
Airway
: membuka jalan nafas
1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
2) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan
topang dagu (head tilt and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala
atau leher dengan cara satu tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan
lain pada rahang bawah, dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat
pangkal lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke
belakang sering menjadi penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang
tidak sadar.
3) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw
thrust) juga dapat membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher
atau kepala.
4) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
·
Finger sweep:
yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah penolong untuk
membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh sisa makanan.
·
Heimlich maneuver
·
Abdominal/chest
thrust
·
Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas
dilakukan pengisapan lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi
dimulai dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya
tidak terjadi aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik.
·
Setelah jalan
nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat, mendengar dan
merasakan adanya hembusan nafas.
Breathing
1) Dekatkan pipi penolong
pada hidung dan mulut penderita, lihat dada penderit
2) Lihat, dengar dan rasakan
pernafasan ( 5 – 10 detik)
3) Jika tidak ada nafas lakukan
bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif
4) Pada Neonatus dan bayi
Pada anak > 1 tahun pasang
sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung
dapat dijepdengan jari telunjuk
dan ibu jari penolong.
Lakukan
tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan untuk
neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang dari 8
tahun.
Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara
mengamati gerakan turun naik dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan
adekwat. Bila dada tidak naik cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup,
tekanan yang diberikan, periksa jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila
ada dapat dilakukan penghisapan dengan suction.Setelah dilakukan ventilasi
selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak dapat bernafas secara spontan,
Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih dari 10 detik. Jika pulsasi ada dan
penderita tidak bernafas, maka hanya dilakukan bantuan nafas sampai penderita
bernafas spontan.
Circulation
1) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka
harus dilakukan kompresi dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai
bantuan nafas secara ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi
jantung diberikan bila didapat pulsasi bayi
2) Posisi tempat kompresi :
Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
Pada bayi: Sternum bagian bawah.
Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
3) Tangan yang
melakukan kompresi :
Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
Bayi : dengan menggunakan 2 jari.
H.
Penghentian
RJP
RJP pada
korban dihentikan apabila:
- ada penolong yang
menggantikan
- ada tanda kehidupan
- ada tanda kematian
- setelah 30 menit
I. Komplikasi RJP
Komplikasi
dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami pendarahan
hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga
kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera
diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
J. Kesalahan pada RJP
Kesalahan
|
Akibat
|
1. Penderita
tidak berbaring pada bidang keras
2.
Penderita tidak horizontal
3.
tekan dahi angkat dagu kurang baik
4.
Kebocoran saat malakukan napas buatan
5.
lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut penderita kurang terbuka
saat pernapasan buatan
6.
Letak tangan kurang tepat
7. Tekanan
terlalu dalam atau terlalu cepat
8.
Rasio RJP dan pernapasan buatan tidak baik
|
1.
RJP kurang efektif
2.
Bila kepala penderita lebih tinggi maka jumlah darah yang ke otak
berkurang.
3.
Jalan napas terganggu
4.
Pernapasan buatan tidak efektif
5.
Pernapasan buatan tidak efektif
6. Patah tulang,
lika dalam paru-paru.
7.
Jumlah darah yang dialirkan kurang
8.
Oksigenisasi darah kurang
|
GAMBAR
Menentukan Breathing
Penekanan RJP
Finger sweep
Heimlich maneuver
DAFTAR PUSTAKA
Hudak,CM dan Gallo, BM. 1997.
Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Alih Bahasa Monika E. dkk. Edisi
VI, Volume I . Jakarta : EGC
Nelson, B. 2000. Ilmu Kesehatan
Anak vol 2 edisi 15. Jakarta : EGC
Rilantono, L I. dkk. 1999. Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan
Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Yu Vy and Monintja, HE. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intesif
Neonatus. Jakarta : FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar