Senin, 28 November 2016

RJP pada Neonatus

RESUSITASI JANTUNG PARU PADA NEONATUS

A.    Pengertian
Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation (CPR),merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup.
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).

B.     Resusitasi pada BBL
Kira-kira 10 % bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1 %saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas hingga pemberian obat – obatan darurat.


Untuk praktisnya, setiap menolong bayi baru lahir ada 5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1. Apakah bersih dari mekonium?
2. Apakah bernafas atau menangis?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah warna kulit kemerahan?
5. Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan

C.    Tujuan Resusitasi
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.


D.    Manfaat Resusitasi
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asphiksia. Dan bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”.

E.     Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Keberhasilan Resusitasi
Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997). Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau henti nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi. Kerusakan otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam darah tidak segera dikoreksi atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998)
Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :
1) Keadaan miokardium
2) Penyebab terjadinya henti jantung
3) Kecepatan dan ketepatan tindakan
4) Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5) Perawatan khusus di rumah sakit
6) Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)




F.     Tata Laksana Resusitasi Pada Bayi
Tiga hal penting dalam resusitasi
1. Pernafasan :
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu.
Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2. Frekuensi Jantung:
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
• Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
• Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3. Warna Kulit :
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.

Posisi Bayi

Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru lahir (neonatus) leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau selimut di bawah bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.

Posisi Penolong

Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi tubuh.
G.      Teknik Resusitasi
Airway : membuka jalan nafas
1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
2) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah, dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar.
3) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
4) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
·         Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh sisa makanan.
·          Heimlich maneuver
·         Abdominal/chest thrust
·         Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan pengisapan lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya tidak terjadi aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik.
·         Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat, mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas.
Breathing
1) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada penderit
2) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 – 10 detik)
3) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif  
4) Pada Neonatus dan bayi
Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung
dapat dijepdengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.

 Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan untuk neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang dari 8 tahun.

Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak naik cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan, periksa jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan penghisapan dengan suction.Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak dapat bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih dari 10 detik. Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya dilakukan bantuan nafas sampai penderita bernafas spontan.

Circulation
1) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung diberikan bila didapat pulsasi bayi
2) Posisi tempat kompresi :
Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
Pada bayi: Sternum bagian bawah.
Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
3) Tangan yang melakukan kompresi :
Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
Bayi : dengan menggunakan 2 jari.



H.    Penghentian RJP
RJP pada korban dihentikan apabila:
- ada penolong yang menggantikan
- ada tanda kehidupan
- ada tanda kematian
- setelah 30 menit

I.       Komplikasi RJP
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.

J.      Kesalahan pada RJP
Kesalahan
Akibat
1.      Penderita tidak berbaring pada bidang keras
2.      Penderita tidak horizontal
3.      tekan dahi angkat dagu kurang baik
4.      Kebocoran saat malakukan napas buatan
5.      lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut penderita kurang terbuka saat pernapasan buatan
6.      Letak tangan kurang tepat
7.      Tekanan terlalu dalam atau terlalu cepat
8.      Rasio RJP dan pernapasan buatan tidak baik
1.      RJP kurang efektif
2.      Bila kepala penderita lebih tinggi maka jumlah darah yang ke otak berkurang.
3.      Jalan napas terganggu
4.      Pernapasan buatan tidak efektif
5.      Pernapasan buatan tidak efektif 
6.      Patah tulang, lika dalam paru-paru.
7.      Jumlah darah yang dialirkan kurang 
8.      Oksigenisasi darah kurang




GAMBAR
Menentukan Breathing

Penekanan RJP




Finger sweep

Heimlich maneuver




DAFTAR PUSTAKA
Hudak,CM dan Gallo, BM. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Alih Bahasa Monika E. dkk. Edisi VI, Volume I . Jakarta : EGC
Nelson, B. 2000. Ilmu Kesehatan Anak vol 2 edisi 15. Jakarta : EGC
Rilantono, L I. dkk. 1999. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Yu Vy and Monintja, HE. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intesif Neonatus. Jakarta : FKUI

Tekhnik RJP ( Resusitasi Jantung Paru )


1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita harus lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak itu aman. Jika belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di dalam gedung terbakar), maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke tempat yang aman dan memungkinkan mendapatkan pertolongan.

2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja. Mengecek kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau menggoyang bahu pasien, misalnya “Pak-pak bangun !” atau “Bapak baik-baik saja?” Jika masih belum sadar atau bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan pangkal kuku jari. Jika pasien sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika pasien sadar, terlihat kesakitan atau terluka segera cari bantuan dan kemudian kembali sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien. Langsung dicek juga pernapasan, apakah bernapas normal atau gasping saja atau sama sekali tidak bernapas.

3. Jika tidak ada respon. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta tolong dibawakan alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika berada di luar RS. Misalnya ‘Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, ”tolong panggil petugas emergensi ” atau ”Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di ruang A”. Jika di lapangan : ”Tolong ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil ambulan atau 118 ”. Jika yang menemukan korban tidak sadar lebih dari satu orang, maka satu orang mengaktifkan sistem emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan, penolong harus menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan. 

4. Lakukan perabaan nadi segera dalam waktu 10 detik. bisa dilakukan mengecek nadi karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik. Jika nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan perbandingan kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2 tiupan. Kecepatan kompresi dada sedikitnya 100 kali/menit. Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan telapak tangan pada tulang sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar sehingga aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh. Usahakan mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP. 

5.. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher (perhatikan jejas pada daerah bahu sampau kepala ) maka gunakan tehnik jaw thrust. Periksa pernafasan dengan melihat perkembangan dada, (menggunakan tehnik LLF (Look, Listen, Feel) sudah tidak di pakai lagi )  

6.Jika masih tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan dengan tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau dengan menggunakan sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai dada tampak mengembang. Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian nafas buatan tidak adekuat atau jalan nafas tersumbat.

7. Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka kita dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada indikasi melakukan defibrilasi.

8. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 8-10 kali/menit atau satu kali pernafasan diberikan setiap 6-8 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil. Pasien dirawat di ruang Intensif Care Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari dengan melakukan anamnesis pada keluarga penderita dan pemeriksaan fisik

9. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia. Aritmia bisa berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT), atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok derajat II dan derajat III. Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.


Cara melakukan RJP :
a. Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada penderita.

b. Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas tulang sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas prosesus Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum.

c. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (sekurangnya 2 inci) kemudian biarkan dada kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong, penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong kedua sambil menunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi efektif.

d. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1 siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang.

e. Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan dengan kecepatan sekurangnya 100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan.

RJP pada anak
1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak tangan di atas tulang dada, di tengah sternum.
3. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun ± 3-4 cm (2 inches) dengan frekuensi sekurangnya 100 kali/menit.

RJP pada bayi
1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2.Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan dada bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis langsung menekan dada. kedalaman pijatan (1,5 inches)
3. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior-posterior rongga dada bayi dengan frekuensi minimal 100 kali/menit.

RJP pada situasi khusus
1. Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Keberhasilan menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia.

Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat mungkin setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah seorang penolong mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP.

2. Hipotermi
Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat hipotermi.
Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen hangat.

3. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing
Lihat di pengeloaan jalan nafas

Posisi sisi mantap (recovery position)
Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan badan.

Sabtu, 26 November 2016

Bahasa Arab Sederhana

La  = tidak
Na am  = ya \ benar
Kam = berapa
Kam haza  = berapa ini
Kam real haza = berapa real ini
Fi = ada
Ma fi = tidak ada
Fulus = uang
Maafi Fulus = Tidak ada uang
Aina = dimana
Ma ismuka\ki = siapa nama anda
Min hina = dari sini
Kam real min hina ila indonesia mustasyfa fii kholidiyah wahid = berapa real dari sini ke bphi di kholidiyah 1
Funduk = hotel
Wahid, isnaeni, tsalatsa, arba’a, hamzah = 1, 2, 3, 4, 5
Sitta, saba’a, samaniyya, tis’a, asyara = 6, 7, 8, 9, 10
Isyirin = 20
Tsalatin = 30
Arba’in = 40
Hamzah arba’in = 45 ( di arab yg satuan duluan disebutkan baru puluhan)
Hammam = toilet \ wc
Mat’am = restoran \ rumah makan
Mustasyfa = rumah sakit
Kullu = semua
Sayyarah = mobil
Khalas = sudah
Maafi Muskilah = tdk masalah
Muskilah Kabir = Masalah besar
Yamin = Kanan
Yasar = kiri
Amaam = Depan
Wara’ = Belakang
Hina = Disini
Hinaak = Disana
Ruuh = Pergi
Suwayyah = sedikit
Thobib = Dokter Laki2
Thobibah = Dokter Wanita
Thabib ‘uyuun = Dokter Mata
Thabib Jiraahah = Dokter Bedah
Thabin Baatiny = Internist
Mumarrid = Perawat Laki2
Mumarridah = Perawat Wanita
Ahlan Wa Sahlan = Selamat Datang
Tafaddhal = Silahkan
Ijlis = Duduk
Moya = Air
Moya haar = air panas/hangat
Moya Faatir = air mendidih
Moya barid = air dingin
Musallaj = Es
Ghallaq = Tutup
Halas = Sudah
Lissah = Belum
Bissur’ah = Segera/cepat
Al Ujrah = Taxi
Isyarah = Lampu Lalulintas

Singkatan Haji ( Tes Potensi TKHI )


KPHI         =          Komisi Pengawas Haji Indonesia
BPIH         =          Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
BPHI         =          Balai Pengobatan Haji Indonesia
BKJH        =          Buku Kesehatan Jamaah Haji
BPS BPIH =          Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
DAU           =          Dana Abadi Umat
BP DAU     =          Badan Pengelola Dana Abadi Umat
TPHI          =          Tim Pemandu Haji Indonesia
TPIHI        =          Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia
TKHI         =          Tim Kesehatan Haji Indonesia
TPHD         =          Tim Pemandu Haji Daerah
TKHD        =          Tim Kesehatan Haji Daerah
PPIH           =          Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
PKHI          =          Petugas Kesehatan Haji Indonesia
KBIH          =          Kelompok Bimbingan Ibadah Haji
PPIU           =          Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
Kloter         =          Kelompok terbang
SDSN          =         Surat Berharga Syariah Negara
SDHI           =          Sukuk Dana Haji Indonesia
DAPIH        =          Dokumen Administrasi Perjalanan Ibadah Haji
SISKOHAT=          Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu
PIHK           =          Penyelenggara Ibadah Haji Khusus

Kosakata Bahasa Arab (Tes Potensi TKHI)

KOSAKATA BAHASA ARAB
(TES POTENSI TKHI)
Wafat : Tuwuffiya
Sakit : Maridlun
Sehat : Shihattun
Kamu : Antum
Pimpinan : Muridlun
Laki-laki : Rijaalun
Perempuan : Imraatun
Kantor Haji : Maktabun Hajja
Apoteker : Shaidaliyyatun
Dokter : Thabiibun
Rumah Sakit : Mustashfaa
Jalan : Thariqun
Terminal bus : Mahatthatun
Haji : Hajja
Surga : Jannah
Asrama Haji : Tsuknatun Hajja
Alamat : Unwaanun
Kami : Nahnu